Malam ini sunyi dan sepi, terlihat seorang gadis yang
tengah termenung di balkon kamarnya. Ia memandangi bintang yang berserakan dan
gemerlap yang menerangi langit berwarna gelap, tak sesuai dengan keadaannya
saat ini. Ia begitu terpuruk ketika mengetahui bahwa pria yang dikaguminya
tidak sebaik yang dikiranya. Pria yang dilihatnya sebagai imam sholat
teman-temannya, yang sopan serta santu jika membalas pesan, yang selalu
menutupi masalahnya, yang...yang..yang... sepertinya tidak bisa diucapkan lagi.
Tanpa sepengetahuan dirinya, dengan bebas air matanya
menetes di wajah putih miliknya. Ia tak mengerti, mengapa pria yang selalu
menjadi obrolan setiap saat bersama sahabatnya itu ternyata jauh dari apa yang
dipikirkan. Berapa banyak wanita yang dibuat terbang, dan menggantungkan
harapan—meski hanya sedikit—padanya?
Ya, memang. Bukan salah pria itu sepenuhnya, karena
ketika kita menggantungkan harapan kepada manusia, Allah mengingatkan kita
dengan pahitnya rasa kecewa. Agar kita mengetahui betapa cemburunya Dia ketika
bergantung kepada selain-Nya. Agar kembali berharap pada-Nya.
Hari semakin gelap, gadis itu pun memustuskan untuk masuk
ke dalam kamarnya dan tidak lagi memikirkan tentang perasaannya kepada pria
yang dikaguminya beberapa bulan ini. Ia mengusap air matanya. Kemudian berpikir
sejenak, mungkin ini sudah jalannya,
justru aku harus berterima kasih kepada Allah karena telah memberitahuku sifat
dia yang sebenarnya dengan jangka waktu yang cepat, sebelum terlambat.
oOo
Aisyah Putri sedang menyapu kelasnya yang begitu berantakkan. Karena akhir-akhir
ini, banyak teman satu kelasnya yang melanggar aturan dengan tidak piket sesuai
jadwalnya. Dengan berbagai alasan yang logis maupun tidak. Yang jelas ia tidak
ingin konsentrasi belajarnya terganggu hanya karena tempat belajarnya kotor,
dan sampah berserakkan dimana-mana.
“Kebiasaan temen-temen, kalau pinjam buku untuk dikelas
enggak dibalikkin.”
Keadaan kelas saat ini sudah lumayan bersih. Tidak ada
sampah yang berceceran. Sambil berjalan menuju gerbang, lebih baik mampir dulu
ke perpustakaan untuk mengembalikan buku paket. Cukup banyak, dan menguras
tenaga. Tapi, kalau ladang amal bukan masalah, kan?
Aisyah mencoba mengangkat semua buku itu, “Ouh, berat
banget. Bisa enggak, ya, nyampe ke perpus dengan selamat?”
“Laa haula aja, deh.” Lanjutnya kemudian berjalan
perlahan.
Ketika sampai di depan tangga, sepertinya Aisyah
kebingungan. Matanya cukup tertutup untuk melihat ke bawah, hatinya pun tak
yakin ia dapat menuruni tangga dengan selamat. Namun ia tetap menuruni tangga,
sampai pada akhirnyaa... Ia menutup matanya rapat-rapat, karena sudah tahu apa
yang akan terjadi karena tersungkur pada anak tangga kedua.
Yang terdengar hanyalah buku-buku berjatuhan di atas
tangga. Aisyah pun tidak merasakan sakit pada tubuh mungilnya, ada sesuatu yang
mencengkram kedua lengannya kuat. Matanya pun terbuka, dan tekejut ada seorang pria
di hadapannya. Dengan gerakkan cepat, ia melepaskan kedua tangan pria itu dari
lengannya.
“Sorry, tadinya
saya cuma liat kamu enggak seimbang waktu turun tangga dari bawah.” Ucap pria
itu seraya membantu Aisyah merapihkan buku-buku yang berserakkan di daerah
tangga. “Kalau sekiranya gak yakin, gak perlu dilakukan. Biar saya bantu.”
Aisyah hanya mengangguk saja tanda setuju. Entah, lah,
semenjak tadi di dalam kelas pikirannya sudah kacau. Tidak ada salahnya juga,
kan, menerima bantuan dari orang lain. Ia mengikuti pria itu dari belakang,
tidak berani sejajar dengannya.
“Makasih.”
Sebelum pergi meninggalkan perpustakaan, Aisyah
mengucapkan salam pada pria yang berbaik hati untuk membantunya. Dan salamnya
dibalas dengan sempurna. Aisyah begitu senang dengan hari ini, sampai tersenyum
sendiri. Apa ini, ya, yang dikatakan
teman-teman tentang cinta? Atau bawa perasaan? Xixixi..
oOo
Kantin sangat ramai. Untung saja Aisyah, Arima, dan
Keisya masih dapat tempat untuk makan. Arima yang memesankan makanan, sedangkan
Keisya menatap pria yang berbeda dua meja di depan mereka. Aisyah yang melihat
rambut Keisya keluar dari jilbabnya langsung membenarkan.
“Aduh, Aisyah. Aku lagi asyik tatap dia, pangeran aku.” Keisya
mengatakannya dengan nada pelan, mungkin lebih tepatnya berbisik. Selanjutnya,
ia yang memperbaikki jilbabnya.
“Memang, pangeran kamu tuh yang mana, Kei? Masih teman
mopd dulu?”
“Iya, lah! Aku tipe cewek setia. Itu, yang beda dua meja
di depan kita, Syah.”
Aisyah memperhatikan pria yang sepertinya ia pernah tahu,
atau kenal? Oh, ya! Pria yang membantunya beberapa hari yang lalu itu. Yang
karena dia, Aisyah agak ‘baper’. Jadi sedikit penasaran juga dengan namanya.
“Emang namanya siapa?”
“Namanya itu,”
.....
Sampai ketemu di sambungan cerita ini, ya!
Mungkin ada yang pernah merasakan di kecewakan? Hehe
Assalamu’alaikum, itu aja salam dariku.
AghniaAdz~
Thanks ;)