Minggu, 03 April 2016

True Love - Short Story


Malam ini sunyi dan sepi, terlihat seorang gadis yang tengah termenung di balkon kamarnya. Ia memandangi bintang yang berserakan dan gemerlap yang menerangi langit berwarna gelap, tak sesuai dengan keadaannya saat ini. Ia begitu terpuruk ketika mengetahui bahwa pria yang dikaguminya tidak sebaik yang dikiranya. Pria yang dilihatnya sebagai imam sholat teman-temannya, yang sopan serta santu jika membalas pesan, yang selalu menutupi masalahnya, yang...yang..yang... sepertinya tidak bisa diucapkan lagi.

Tanpa sepengetahuan dirinya, dengan bebas air matanya menetes di wajah putih miliknya. Ia tak mengerti, mengapa pria yang selalu menjadi obrolan setiap saat bersama sahabatnya itu ternyata jauh dari apa yang dipikirkan. Berapa banyak wanita yang dibuat terbang, dan menggantungkan harapan—meski hanya sedikit—padanya?

Ya, memang. Bukan salah pria itu sepenuhnya, karena ketika kita menggantungkan harapan kepada manusia, Allah mengingatkan kita dengan pahitnya rasa kecewa. Agar kita mengetahui betapa cemburunya Dia ketika bergantung kepada selain-Nya. Agar kembali berharap pada-Nya.

Hari semakin gelap, gadis itu pun memustuskan untuk masuk ke dalam kamarnya dan tidak lagi memikirkan tentang perasaannya kepada pria yang dikaguminya beberapa bulan ini. Ia mengusap air matanya. Kemudian berpikir sejenak, mungkin ini sudah jalannya, justru aku harus berterima kasih kepada Allah karena telah memberitahuku sifat dia yang sebenarnya dengan jangka waktu yang cepat, sebelum terlambat.

oOo

Aisyah Putri sedang menyapu kelasnya yang begitu berantakkan. Karena akhir-akhir ini, banyak teman satu kelasnya yang melanggar aturan dengan tidak piket sesuai jadwalnya. Dengan berbagai alasan yang logis maupun tidak. Yang jelas ia tidak ingin konsentrasi belajarnya terganggu hanya karena tempat belajarnya kotor, dan sampah berserakkan dimana-mana.

“Kebiasaan temen-temen, kalau pinjam buku untuk dikelas enggak dibalikkin.”

Keadaan kelas saat ini sudah lumayan bersih. Tidak ada sampah yang berceceran. Sambil berjalan menuju gerbang, lebih baik mampir dulu ke perpustakaan untuk mengembalikan buku paket. Cukup banyak, dan menguras tenaga. Tapi, kalau ladang amal bukan masalah, kan?

Aisyah mencoba mengangkat semua buku itu, “Ouh, berat banget. Bisa enggak, ya, nyampe ke perpus dengan selamat?”

“Laa haula aja, deh.” Lanjutnya kemudian berjalan perlahan.

Ketika sampai di depan tangga, sepertinya Aisyah kebingungan. Matanya cukup tertutup untuk melihat ke bawah, hatinya pun tak yakin ia dapat menuruni tangga dengan selamat. Namun ia tetap menuruni tangga, sampai pada akhirnyaa... Ia menutup matanya rapat-rapat, karena sudah tahu apa yang akan terjadi karena tersungkur pada anak tangga kedua.

Yang terdengar hanyalah buku-buku berjatuhan di atas tangga. Aisyah pun tidak merasakan sakit pada tubuh mungilnya, ada sesuatu yang mencengkram kedua lengannya kuat. Matanya pun terbuka, dan tekejut ada seorang pria di hadapannya. Dengan gerakkan cepat, ia melepaskan kedua tangan pria itu dari lengannya.

Sorry, tadinya saya cuma liat kamu enggak seimbang waktu turun tangga dari bawah.” Ucap pria itu seraya membantu Aisyah merapihkan buku-buku yang berserakkan di daerah tangga. “Kalau sekiranya gak yakin, gak perlu dilakukan. Biar saya bantu.”

Aisyah hanya mengangguk saja tanda setuju. Entah, lah, semenjak tadi di dalam kelas pikirannya sudah kacau. Tidak ada salahnya juga, kan, menerima bantuan dari orang lain. Ia mengikuti pria itu dari belakang, tidak berani sejajar dengannya.

“Makasih.”

Sebelum pergi meninggalkan perpustakaan, Aisyah mengucapkan salam pada pria yang berbaik hati untuk membantunya. Dan salamnya dibalas dengan sempurna. Aisyah begitu senang dengan hari ini, sampai tersenyum sendiri. Apa ini, ya, yang dikatakan teman-teman tentang cinta? Atau bawa perasaan? Xixixi..

oOo

Kantin sangat ramai. Untung saja Aisyah, Arima, dan Keisya masih dapat tempat untuk makan. Arima yang memesankan makanan, sedangkan Keisya menatap pria yang berbeda dua meja di depan mereka. Aisyah yang melihat rambut Keisya keluar dari jilbabnya langsung membenarkan.

“Aduh, Aisyah. Aku lagi asyik tatap dia, pangeran aku.” Keisya mengatakannya dengan nada pelan, mungkin lebih tepatnya berbisik. Selanjutnya, ia yang memperbaikki jilbabnya.

“Memang, pangeran kamu tuh yang mana, Kei? Masih teman mopd dulu?”

“Iya, lah! Aku tipe cewek setia. Itu, yang beda dua meja di depan kita, Syah.”

Aisyah memperhatikan pria yang sepertinya ia pernah tahu, atau kenal? Oh, ya! Pria yang membantunya beberapa hari yang lalu itu. Yang karena dia, Aisyah agak ‘baper’. Jadi sedikit penasaran juga dengan namanya.

“Emang namanya siapa?”

“Namanya itu,”

.....

Sampai ketemu di sambungan cerita ini, ya!
Mungkin ada yang pernah merasakan di kecewakan? Hehe
Assalamu’alaikum, itu aja salam dariku.
AghniaAdz~
Thanks ;)